Home » » makalah cerita ramayana

makalah cerita ramayana


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perjalanan hidup suatu masyarakat, bangsa atau negara sebenarnya tidak terlepas dari sejarah pemimpin-pemimpinnya Pemimpin memiliki peran yang akan menentukan arah dan jalannya kehidupan masyarakat. Kepemimpinan mereka, mempengaruhi maju mundurnya masyarakat dan pemimpin dan kepemimpinan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Tanpa kepemimpinan seorang pemimpin yang berwibawa akan sulit maju mewujudkan cita-citanya. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu atau tujuan bersama. Sedangkan kepemimpinan adalah suatu seni untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu atau tujuan bersama. Sukses atau tidaknya kepemimpinan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan dan sifat yang melekat saja, tetapi juga dipengaruhi oleh sifat-sifat dan ciri-ciri kelompok yang dipimpinnya. Betapa pun seorang pemimpin pendidikan memiliki sifat kepemimpinan yang baik dan dapat menjalankan fungsi kelompok, tetapi sukses dan tidaknya masih ditentukan juga oleh situasi yang memengaruhi perkembangan kehidupan organisasi lembaga pendidikannya.
Di dalam agama Hindu, cerita-cerita kepemimpinan yang dapat menjadi contoh dan di muat dalam kesusastraan Hindu disebut dengan Itihasa. Itihasa adalah cerita kuno yang mengandung unsur-unsur kepahlawanan dan sistem pemerintahan Hindu di masa lampau. Itihasa dikenal dengan istilah ” Wiracarita ” atau epos kepahlawanan. Itihasa merupakan kaca mata pemimpin hindu dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan dan merupakan pedoman hidup bagi warga beragama hindu. Isi itihasa penuh dengan pantasi, roman, kepahlawanan, disiplin, dan tetologi keagamaan sehingga mempunyai ciri-ciri karya seni atau karya sastra spiritual. Itihāsa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah epik/kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu pada masa lampau dan dibumbui oleh filsafat agama, mitologi, dan makhluk supernatural. Itihāsa berarti “kejadian yang nyata”. Itihāsa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahābhārata.
Ramayana adalah sebuah cerita tentang riwayat perjalanan Sri Rama di dunia. Sri Rama sebagai pemeran utama dalam cerita ini sebagai penyelamat dunia dari ancaman adharma yang diperankan Rahwana. Sri Rama dikenal dalam purana sebagai “Awatara Wisnu yang ke-7”. Awatara adalah wujud turunnya Dewa Wisnu untuk menyelamatkan dunia. Ramayana karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terdiri dari 24.000 stansa / sloka, terbagi menjadi (tujuh ) bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ”.
Dalam makalah ini, kami dari kelompok 4 akan membahas mengenai tokoh pemimpin dalam cerita kepemimpinan yang terkenal Ramayana yakni Sri Rama dan Laksamana.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kepemimpinan dalam nitisastra.
2. Untuk mengetahui kepemimpinan Rama dan Laksmana dalam epos Ramayana.
3. Untuk mengetahui kaitan kepemimpinan Rama dan Laksmana dengan nitisastra.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kepemimpinan Dalam Nitisastra
Nitisastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Kata Niti berarti kebijaksanaan duniawi, etika sosial politik, tuntunan dan juga berarti ilmu pengetahuan tentang negara atau ilmu bangunan politik berdasarkan ajaran agarna Hindu. Berdasarkan pengertian etimologi di atas, maka pengertian Nitisastra dapat diperluas lagi yaitu ilmu yang beriujuan, untuk membangun suatu negara baik dari segi tata negaranya, tata pemerintahan dan tata kemasyarakatannya. Dalam membangun negara, pemerintah dan masyarakat Nitisastra meletakkan nilai-nilai moral agama Hindu sebagai landasannya. Dalam pengertian ini Nitisastra bukan ilmu pemerintahan suatu negara Hindu tertentu, karena itu Nitisastra yang berlaku secara umum dan teoritis namun juga mengandung nilai-nilai praktis.
Di samping hal tersebut di atas, Nitisastra juga mengandung ajaran kepemimpinan juga bersifat umum dan praktis berlandaskan ajaran agama Hindu. Perlu dijelaskan bahwa Nitisastra ini bukanlah ilmu pengetahuan hanya untuk kalangan negarawan atau politisi saja tetapi juga untuk setiap orang dalam rangka memantapkan pengamalan kehidupan bernegara yang berdasarkan Pancasila. Nitisastra mengajarkan keadaan warga negara pada hukum dan kebijaksanaan negara, menanamkan jiwa patriotisme dan kesadaran untuk membela bangsa dan negara.
Mengingat lingkup Nitisastra demikian luasnya, maka pada uraian selanjutnya akan dibatasi pada ajaran kepemimpinan Hindu di antara Catur Pariksa, Astabrata, Pancadasa Paramiteng Prabhu, Sadvarnaning Nrpati, Panca Upaya Sandhi dan Navanatya.
2.2 Kepemimpinan Rama dan Laksmana Dalam Epos Ramayana
Kitab Ramayana merupakan salah satu Itihāsa yang terkenal. Kitab Ramayana terdiri dari 24.000 sloka dan memiliki tujuh bagian yang disebut Sapta Kanda. Setiap Kanda merupakan buku tersendiri namun saling berhubungan dan melengkapi dengan Kanda yang lain. Kitab Ramayana disusun oleh Rsi Walmiki. Kisah Ramayana termashyur di seluruh dunia. Penyusun cerita ini adalah Bhagawan Walmiki. Sebelum menulis cerita itu, konon beliau bertemu dengan Bhagawan Naradha. Walmiki bertanya kepada Naradha, siapakah pahlawan besar di dunia ini. Naradha menjelaskan, bahwa Rama adalah pahlawan besar di dunia ini. Naradha lalu menjelaskan cerita itu. Berkat kekuatan batin Walmiki, beliau lalu berhasil menyusun puisi berbait- bait dan tersusunlah Wiracarita Ramayana. Ketika akan menyusun epos besar itu, Dewa Brahma pun berkata:
“ yawat sthasyanti girayah saritas qa mahitele
tawat Ramayanakatha lokequ pragarissyati”
artinya : “ Selama bukit berdiri tegak dan sungai
mengalir ria, maka kisar Ramayana tiadakan sirna”.
Menurut beberapa sumber Ramayana benar- benar terjadi. Jadi ia merupakan sejarah, bukan hanya sekedar dongeng. Peristiwanya konon terjadi pada zaman Tretayuga, zaman kedua dalam Catur Yuga. Kini, wiracarita itu bisa ditemukan dimana- mana. Di buku komik, buku prosa, kaset, film dan televisi. Di Bali, cerita itu dipentaskan dalam bentuk wayang kulit, wayang wong, drama tari maupun sendratari.
Ramayana Jawa Kuno memiliki 2 (dua) versi, yaitu Kakawin dan Prosa, yang bersumber dari naskah India yang berbeda, yang perbedaan itu terlihat dari akhir cerita. Selain kedua versi itu, terdapat yang lain yaitu Hikayat Sri Rama, Rama Keling dan lakon-lakon.
Cerita Ramayana semakin diterima di Jawa, setelah melalui pertunjukan wayang (wayang orang, wayang kulit purwa termasuk sendratari). Tapi ia kalah menarik dengan wayang yang mengambil cerita Mahabharata, karena tampilan ceritanya sama sekali tidak mewakili perasaan kaum awam (hanya pantas untuk kaum Brahmana dan Satria) walau jika dikaji lebih mendalam, cerita Ramayana sebenarnya merupakan simbol perjuangan rakyat merebut kemerdekaan negerinya.
Bahwa cerita Ramayana tidak bisa merebut hati kaum awam Jawa seperti Mahabharata, antara lain disebabkan:
1. Ceritanya dipenuhi oleh lambang-lambang dan nasehat-nasehat kehidupan para bangsawan dan penguasa negeri, yang perilaku dan tindakannya tidak membaur di hati kaum awam;
2. Ramayana adalah raja dengan rakyat bangsa kera yang musuhnya bangsa raksasa dengan rakyat para buta breduwak dan siluman;
3. Kaum awam memiliki jalan pikiran yang relatif sangat sederhana, dan berharap pada setiap cerita berakhir pada kebahagiaan.
Ramayana karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terdiri dari 24.000 stansa / sloka, terbagi menjadi 7 ( tujuh ) bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
1. Bala Kanda
Dalam cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata mempunyai 3 ( tiga ) orang istri/permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu :
1) Dewi Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.
2) Dewi Kekayi dengan putra Sang Bharata.
3) Dewi Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.
Juga diceritakan kemenangan Ramadewa mengikuti sayembara di Matila sehingga mendapatkan istri Dewi Sita anak dari Prabu Janaka.
2. Ayodya Kanda
Setelah Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi Sita, maka sepulang dari Matila Prabhu Dasarata ingin menyerahkan kerajaan ayodya kepada Ramadewa , tetapi terhalang oleh Dewi Kekayi mengingat janjinya di tengah hutan terdahulu . Karena bijaksananya Ramadewa keesokan harinya pergi ke hutan dengan istrinya (Dewi Sita), diikuti oleh adiknya ”Sang Laksamana“. Pada saat itu pula terdengar oleh Sang Bharata, akhirnya Bharata menolak permintaan ibunya, langsung ke hutan mencari Ramadewa, karena satya wacana (setia pada perkataannya) akhirnya Rama dewa menyerahkan terompah (alas kaki) sebagai simbul Sang Rama selama perjalanan ke hutan pertapa.
3. Aranyaka Kanda
Setelah sampai di hutan Citra Kuta , sering dikunjungi para pertapa untuk meminta bantuan dari gangguan raksasa. Sempat pula diganggu oleh raksasa surpanaka karena melihat ketampanan rama dan laksamana, karena tidak sabar mendapatkan godaan, hidung surpanaka dipotong oleh Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka melapor kepada kakaknya yaitu Rahwana. Akhirnya rahwana mengutus Marica untuk mematai-matai Rama dengan berubah wujud menjadi Kijang mas. Sempat Ramadewa terseret oleh tipuan marica, karena permintaan Sita yang menginginkan kijang itu, sedangkan Sita dijaga oleh Laksamana . Karena tipuan marica juga membua Sita panik dan menyuruh Laksamana membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri tetapi dengan kekuatannya Laksamana sempat membuat sengker / garis dengan kekuatan pelindung, sipapun tidak akan bisa melewati termasuk dewa. Karena itu Rahwana berubah wujud menjadi Bhiku untuk menarik simpati Sita. Akhirnya Sita keluar dari pelindung yang dibuat Laksamana kemudian diculiklah Sita dan dibawa ke Alengka.
4. Kiskinda Kanda
Setelah Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka, Rama dan Laksamana begitu tidak melihat Sita di pasraman langsung mencarinya ke tengah hutan. Sampai di perjalanan bertemu dengan Burung Jatayu dalam keadaan luka parah pada saat bertempur untuk merebut dan menolong Sita dari tangan Rahwana. Akhirnya Jatayu memilih untuk mati, karena kebaikannya dia diberi pengentas ke sorga oleh Ramadewa dengan sebuah panahnya. Kemudian melanjutkan perjalanannya, bertemu Sugriwa untuk meminta bantuan agar dapat mengalahkan Subali dalam memperebutkan Dewi Tara. Ramadewa kemudian mebantu Sugriwa untuk mengalahkan Subali dan dapat dikalahkan. Sugriwa setelah aman kemudian membantu untuk membalas jasa, Rama dalam mencari Dewi Sita.
5. Sundara Kanda
Dalam pencarian Sita, Anoman diutus sebagai duta untuk menyelidiki Sita ke Alengka, dia berhasil menemui Sita dan memberi cerita bahwa segera dijemput ke Alengka. Selesai bercerita dengan Sita, anoman sempat ditangkap tetapi dengan kesaktianya melepaskan diri dan sempat membakar Alengka sampai hangus.
Kemudian Anoman kembali melaporkan keadaan Sita kepada Rama. Sugriwa langsung menyusun siasat agar dapat menyebrangi lautan ke Alengka dengan membuat jembatan yang disebut dengan Titi Banda.
6. Yudha Kanda
Setelah jembatan Banda berhasil dibuat / dibangun, Sugriwa mengerahkan pasukan keranya untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang sengit antara kedua pasukan, dan pertempupan yang hebat terjadi antara Rama dan Rahwana , tetapi dimenangkan oleh Rama. Wibisana juga membantu. Mengingat jasa Wibisana sangat besar akhirnya diangkat menjadi raja Alengka. Kemudian Rama, Sita, dan Laksamana diiringi oleh tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di Ayodyapura disambut oleh sang Bharata dan langsung dinobatkan sebagai raja Ayodya.
7. Uttara Kanda
Setibanya di kerajaan dan sudah lama memerintah ada seorang rakyat menyangsikan keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana. Akhirnya Ramadewa menyuruh Laksamana untuk mengantarkan Sita ke hutan dan dipungut oleh Maharesi Walmiki dalam keadaan mengandung.
Akhirnya tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua orang anak laki-laki kembar diberi nama Kusa dan Lawa. Setelah besar di didik oleh Maharsi Walmiki ilmu perang, ilmu pemerintahan, dan nyanyian Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa dewasa terdengar di Ayodya diselenggarakan upacara ” Aswameda ” yaitu pelepasan kuda berhias diiringi oleh prajurit, setiap yang berani menghalangi perjalanan akan berhadapan dengan Ramadewa. Tanpa disadari kuda itu melewati tempat Kusa dan Lawa. Kemudian melihat kuda berhias dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya . Terjadilah pertempuram sengit antara Ramadewa dengan Kusa dan Lawa, dan tidak ada yang menang atau kalah. Hal ini terlihat lalu dihentikan oleh walmiki. Barulah diceritakan bahwa mereka berdua adalah anak Rama. Diajaklah ke Ayodya dan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah beberapa lama Ramadewa kembali ke Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.
Untuk mengetahui cerita Ramayana, kami akan menceritakan sekilas cerita tersebut. Diceritakan seorang Prabu Dasarata Kerajaan Kosala beribukota Ayodhya yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lesmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.
Pada suatu hari, Resi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para raksasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Resi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lesmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lesmana diberi ilmu kerohanian dari Resi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para raksasa yang mengganggu upacara para Resi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sinta, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sinta, Rama dan Laksamana kembali pulang ke Ayodhya.
Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lesmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.
Dikisahkan ada seorang raja Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan kepada Dewi Sinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan Rahwana, Sinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini diimpikannya. Dalam sebuah perjalanan Rama dan Shinta dan disertai Lesmana adiknya, sedang melewati hutan belantara yang dinamakan hutan Dandaka, si raksasa Prabu Rahwana mengintai mereka bertiga, khususnya Sinta. Rahwana ingin menculik Shinta untuk dibawa ke istananya dan dijadikan istri, dengan siasatnya Rahwana mengubah seorang hambanya yang bernama Marica menjadi seekor kijang kencana.
Dengan tujuan memancing Rama pergi memburu kijang jadi-jadian itu, karena Dewi Sinta menginginkannya. Dan memang benar setelah melihat keelokan kijang tersebut, Sinta meminta Rama untuk menangkapnya. Karena permintaan sang istri tercinta maka Rama berusaha mengejar kijang seorang diri sedang Shinta dan Laksamana menunggu.
Setelah cukup lama ditinggal berburu, Sinta mulai mencemaskan Rama, maka Sintapun meminta Lesmana untuk mencarinya. Sebelum meninggalkan Sinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat perlindungan guna menjaga keselamatan Sinta yaitu dengan membuat lingkaran magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar dengan mengubah diri menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Sinta mengulurkan tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh sedikitpun. Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia menangkap tangan dan menarik Sinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh Rahwana, Sinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan pulang itu terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu yang hendak menolong Dewi Sinta. Jatayu dapat mengenali Sinta sebagai puteri dari Janaka yang merupakan teman baiknya, namun dalam pertempuan itu Jatayu dapat dikalahkan Rahwana.
Disaat yang sama Rama terus memburu kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta ditinggal sendirian, namun sesampainya ditempat Sinta tidak ditemukan. Selanjutnya mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui bahwa yang menculik Sinta adalah Rahwana. Setelah menceritakan semuanya akhirnya si burung garuda ini meninggal.
Rama yang mengetahui istrinya diculik segera mencari Rahwana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu sebelum meninggal. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskendha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman paman dari Sugriwa dan ribuan pasukan wanara (kera), mereka menyeberangi lautan untuk menggempur Alengka.
Taman Argasoka adalah taman kerajaan Alengka tempat dimana Sinta menghabiskan hari-hari penantiannya dijemput kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka, Sinta ditemani oleh Trijata kemenakan Rahwana, selain itu juga Trijata berusaha membujuk Sinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan memaksa Sinta menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya yaitu ingin membunuh Sinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Di dalam kesedihan Sinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah lantunan lagu oleh seekor kera putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui Sinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama.
Setelah selesai menyampaikan maksudnya Hanuman segera ingin mengetahui kekuatan kerajaan Alengka.Caranya dengan membuat keonaran yaitu merusak keindahan taman, dan akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera Rahwana dan kemudian dibawa ke Rahwana. Akhirnya Hanuman dijatuhi hukuman yaitu dengan dibakar hidup-hidup, tetapi Hanuman berhasil meloloskan diri dan membakar kerajaan Alengka. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman menceritakan semua kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama. Setelah menerima laporan itu, maka Rama memutuskan untuk berangkat menyerang kerajaan Alengka dan diikuti pula oleh pasukan kera pimpinan Hanuman.
Setibanya di istana Alengkadiraja terjadilah peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin oleh Indrajid. Dalam pertempuran ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya Indrajit. Alengka terdesak oleh bala tentara Rama, maka Rahwana minta bantuan Kumbakarna raksasa yang bijaksana. Kumbakarna menyanggupi tetapi bukannya untuk membela kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela bangsa dan negara Alengkadiraja. Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat dikalahkan dan gugur sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik, akhirnya Rahwana menghadapi sendiri Rama. Pada akhir pertempuran ini Rahwana juga dapat dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahwana yang memiliki ajian rawarontek tidak dapat dibunuh kecuali tubuhnya tidak menyentuh tanah. Rahwana akhirnya terkena panah pusaka Rama dan Rahwana melarikan diri tetapi kemudian dia dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.
Setelah semua pertempuran yang dahsyat itu, dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Sinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap Sinta telah ternoda selama Sinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran kesucian Sinta dan pertolongan Dewa Api, Sinta selamat dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka kembali ke istananya. Sementara Lesmana diminta memimpin kerajaan Alengka.
Dengan cerita singkat dari Ramayana itu kita dapat melihat karakter kepemimpinan pada Rama adalah putra sulung Dasaratha dari hasil pernikahannya dengan Dewi Kosalya. Rama diyakini sebagai awatara atau penjelmaan Wisnu. Istrinya Dewi Sita. Ketika lahir, Washistha memberi nama Ramayana yang artinya kereta perata jalan. Resi Riasringan memberi nama Ramadewa karena penjelmaan dewa. Yogiswara memberi nama Ramawijaya. Wiswamitra memberi nama Ramabadra atau Ramachandra karena berwajah lembut selembut cahaya bulan. Akan halnya Dasaratha memberi nama Ramaragawa ( Supartha, 2003:41). Rama adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya “Manusia Sempurna”. Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
Rama juga seorang kesatria mandraguna, yang mahir dalam memanah dan berhati welas asih. Ia memiliki kepribadian yang teguh serta kemampuan yang keras. Disamping itu Rama memiliki sifat pantang menyerah dan kemauan yang kuat dilihat dari perjuangan Rama dalam mencari dewi sinta sampai ke Alengka melawan Rahwana.
Sedangkan Laksmana adalah adik tiri Rama, putra Dasaratha dari hasil perkawinan dengan Dewi Sumithra. Nama lainnya, Sumithratenaya. Ia disebut sebagai titisan Dewa Suman, bagian dari Dewa Wisnu sendiri. Jika Wisnu apinya, Suman sebagai nyalanya. Lakshmana sangat setia mendampingi Rama. Cerita versi Bali disebutkan, Lakshmana tidak kawin seumur hidup, karena ia diberi julukan Truna Lakshmana ( Supartha, 2003:35-36).
Laksmana adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana, putera Raja Dasarata dan merupakan adik tiri dari Rama, pangeran kerajaan Kosala. Lebih sering orang menyebutkan namanya Laksana Menurut kitab Purana, Laksmana merupakan penitisan Sesa. Shesha adalah ular yang mengabdi kepada Dewa Wisnu dan menjadi ranjang ketika Wisnu beristirahat di lautan susu. Shesha menitis pada setiap awatara Wisnu dan menjadi pendamping setianya. Dalam Ramayana, ia menitis kepada Laksmana sedangkan dalam Mahabharata, ia menitis kepada Baladewa. Laksamana yaitu merupakan putera ketiga Raja Dasarata yang bertahta di kerajaan Kosala, dengan ibukota Ayodhya. Kakak sulungnya bernama Rama, kakak keduanya bernama Bharata, dan adiknya sekaligus kembarannya bernama Satrugna. Laksamana yang setia pada kakaknya meskipun si Rama adalah kakak tirinya. Di antara saudara-saudaranya, Laksmana memiliki hubungan yang sangat dekat terhadap Rama. Mereka bagaikan sebuah prangko dengan surat yang tak terpisahkan. Ketika Rama menikah dengan Sita, Laksmana juga menikahi adik Dewi Sita yang bernama Urmila. Laksamana pernah dituduh oleh Dewi Sinta karena menyukainya, akan tetapi bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan menikah seumur hidup.
Demikianlah karakter kedua tokoh dalam cerita Ramayana yakni Rama dan Laksmana adalah Rama yang tampan, lemah lembut, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana memiliki istri yang bernama Dewi Shinta yang berparas cantik, setia, baik hati, welas asih. Dan Laksmana yang tampan, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana.
2.3 Kaitan Kepemimpinan Rama dan Laksmana dengan Nitisastra
Seperti yang kita ketahui bersama karakter kepemimpinan Rama dan Laksamana dalam cerita terkenal Ramayana itu memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ajaran-ajaran Nitisastra dalam kepemimpinan agama Hindu.
Nilai-nilai ajaran agama Hindu yang ada dalam cerita Ramayana, antara lain:
1. Satya mitra dan Satya Wacana, Rama yang setia akan kata-katanya kepada ayahnya bahwa ia akan menyerahkan tahtanya kepada Barata demi janji ayahnya, selain itu terlihat dari kesetiaan Sugriwa terhadap janjinya kepada Rama.
2. Guru Bhakti dan Pitra yajna, diperlihatkan dari rasa bhaktinya Rama terhadap Orang tuanya sehingga bersedia untuk mengasingkan diri kehutan.
3. Satya Semaya, diperlihatkan pada kesetiaan Dasarata dalam menepati janjinya pada Dewi Keykayi sampai harus meninggal dunia.
4. Dharma Negara, diperlihatkan oleh Rama yang rela membuang istrinya kehutan demi kedamaian rakyatnya selain itu juga terlihat dari Kumbakarna yang dengan sepenuh hati hingga mengorbankan nyawa untuk membela Negaranya.
5. Dharma Agama, diperlihatkan oleh Wibisana yang menentang kakaknya demi membela kebenaran.
Rama adalah seorang ksatria yang sakti mandraguna, mahir memanah, dan berhati welas asih. Kalau sudah memiliki kemauan, tidak mudah menyerah Rama adalah simbolisasi dari kebijaksanaan. Sedangkan Laksmana adik Rama yang sangat setia kepada kakaknya. Dewi Sita pernah menuduhnya menyukai dirinya. Karena itu, Lakshmana bersumpah tidak akan menikah seumur hidupnya. Laksamana adalah perlambang kesetiakawanan
Dari cerita di atas dapat kita analisis bahwa cerita tersebut erat kaitannya dengan ajaran kepemimpinan dalam Agama Hindu atau yang sering disebut dengan Asta Brata, Asta Brata merupakan 8 konsep ajaran kepemimpinan atau leadership Agama Hindu. Dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia, Asta Brata dijelaskan bahwa asal kata dari Asta Brata terdiri dari dua suku kata yaitu : asta berarti 8, sedangkan brata (atau ejaan yang dipersamakan beratha, bratha dan berata) adalah sikap atau laku. Jadi “Asta Brata” merupakan 8 (delapan) ajaran, filsafat atau ilmu kepemimpinan yang mulia dari warisan tanah Nusantara yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas sebagai seorang pemimpin.
Kedelapan ilmu kepemimpinan tersebut terdiri dari :
1. Surya atau mentari.
Dia memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan yang membuat semua mahluk tumbuh dan berkembang. Analogi ini mengharapkan seorang pemimpin untuk mampu menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negara, dengan memberikan bekal lahir dan bathin untuk dapat berkarya secara maksimal menurut swadharma atau bidang tugasnya masing-masing. Jika di kaitkan dengan sifat kepemimpian Rama yaitu Rama yang selalu menjadi penerang bagi seluruh rakyatnya hingga ia sangat di hormati oleh rakyanya.
2. Candra atau rembulan.
Memancarkan sinar di kegelapan malam. Cahaya rembulan yang lembut akan mampu menumbuhkan semangat dan harapan di tengan kegelapan. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan dorongan atau motivasi untuk membangkitkan semangat rakyatnya, walau dalam kelamnya duka karena bencana. Dikaitkan dengan kepemimpinan Rama yaitu dapat dilihat dari sikap Rama yang dengan tegas mengambil keputusan demi kesejahteraan rakyatnya tanpa mementingkan kepentingan pribadi.
3. Kartika atau bintang.
Memberikan sinar indah kemilau, jauh di langit, sehingga dapat menjadi petunjuk arah bagi yang memerlukan. Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan untuk berbuat kebaikan. Tak pernah ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan. Dikaitkan dengan kepemimpinan Rama yaitu Rama yang dijadikan teladan oleh adik-adiknya serta rakyatnya akan sifat dharma yang dimilikinya.
4. Angkasa atau langit.
Luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya memiliki keluasan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung aspirasi atau pendapat rakyatnya yang beraneka ragam. Dikaitkan dengan kepemimpinan Rama yaitu Rama yang mau menerima pendapat dari rakyatnya yang menginginkan sita dibuang kehutan karena kesuciannya yang diragukan.
5. Bayu atau angin.
Selalu ada dimana-mana, tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang kosong. Seorang pemimpin hendaknya dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, bisa mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya. Mampu memahami dan menyerap aspirasi rakyat. Dikaitkan dengan kepemimpinan Rama yaitu Rama yang sangat dekat dengan rakyatnya sehingga apapun yang terjadi pada rakyatnya ia selalu mengetahui keinginan dari rakyatnya.
6. Samodra atau lautan.
Betapapun luasnya samudra, senantiasa mempunyai permukaan yang rata, bersifat sejuk menyegarkan. Sang pemimpin hendaknya mampu menempatkan semua orang pada derajat dan martabat yang sama, sehingga dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya. Dikaitkan dengan kepemimpinan Rama yaitu sifat Rama yang selalu bersikap adil pada keluarga dan rakyatnya tanpa membeda-bedakan setatus sosial mereka.
7. Agni atau api.
Api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancur leburkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas, tuntas dan tanpa pandang bulu.
8. Pertiwi atau bumi/tanah.
Bumi mempunyai sifat kuat sekaligus murah hati. Selalu memberi hasil kepada siapapun yang mau berusaha mengelola dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin hendaknya berwatak sentosa, teguh dan murah hati, senang beramal dan senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.
Demikian dijelaskan dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia tentang Asta Brata ini. Dalam pengembangan ajaran ini, Patih Gajah Mada telah mengembangkan konsep dasar kepemimpinan ini menjadi 18 yang disebut dengan Asta Dasa Berata Pramiteng Prabhu yaitu terdiri dari :
1. Wijaya; bersikap tenang dan bijaksana.
2. Matri Wira; berani membela yang benar.
3. Natanggwan; mendapat kepercayaan rakyat.
4. Satya bhakti a prabhu; taat kepada pemimpin/pemerintah.
5. Wagmi wak; pandai berbicara dan meyakinkan pendengar.
6. Wicak saneng naya; cerdik menggunakan pikiran.
7. Sarja wopasana; selalu bersikap rendah hati.
8. Dirotsaha; rajin dan tekun bekerja.
9. Tan satresna; jangan terikat/mengikatkan diri pada satu golongan atau persoalan.
10. Masihi semesta Buwana; bersikap kasih sayang kepada semuanya.
11. Sih Semesta buwana; dikasihi oleh semuanya.
12. Negara Ginang Pratidnya; selalu mengabdi dan mendahulukan kepentingan Negara.
13. Dibya cita; toleran terhadap pendirian orang lain.
14. Sumantri; tegas dan jujur.
15. Anayaken musuh; selalu dapat memperdaya musuh.
16. Waspada Pubha wisesa; waspada selalu/introspeksi.
17. Ambeg Paramartha; pandai mendahulukan hal-hal yang lebih penting.
18. Prasaja; hiduplah sederhana.
Demikianlah kaitan kepemimpinan kedua tokoh epos Ramayana tersebut dengan ajaran-ajaran agama Hindu, dapat dijadikan pedoman bagi para pemimpin untuk selalu melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran agama.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami ambil kesimpulan bahwa di dalam agama Hindu, cerita-cerita kepemimpinan yang dapat menjadi contoh dan di muat dalam kesusastraan Hindu disebut dengan Itihasa. Itihasa adalah cerita kuno yang mengandung unsur-unsur kepahlawanan dan sistem pemerintahan Hindu di masa lampau. Itihasa dikenal dengan istilah ” Wiracarita ” atau epos kepahlawanan. Itihasa merupakan kaca mata pemimpin hindu dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan dan merupakan pedoman hidup bagi warga beragama hindu. Isi itihasa penuh dengan pantasi, roman, kepahlawanan, disiplin, dan tetologi keagamaan sehingga mempunyai ciri-ciri karya seni atau karya sastra spiritual. Itihāsa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah epik/kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu pada masa lampau dan dibumbui oleh filsafat agama, mitologi, dan makhluk supernatural. Itihāsa berarti “kejadian yang nyata”. Itihāsa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahābhārata.
Ramayana adalah sebuah cerita tentang riwayat perjalanan Sri Rama di dunia. Sri Rama sebagai pemeran utama dalam cerita ini sebagai penyelamat dunia dari ancaman adharma yang diperankan Rahwana. Sri Rama dikenal dalam purana sebagai “Awatara Wisnu yang ke-7 ”. Awatara adalah wujud turunnya Dewa Wisnu untuk menyelamatkan dunia.

Kepemimpinan dalam agama Hindu terdapat dalam Nitisastra. Nitisastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Kata Niti berarti kebijaksanaan duniawi, etika sosial politik, tuntunan dan juga berarti ilmu pengetahuan tentang negara atau ilmu bangunan politik berdasarkan ajaran agarna Hindu. Berdasarkan pengertian etimologi di atas, maka pengertian Nitisastra dapat diperluas lagi yaitu ilmu yang beriujuan, untuk membangun suatu negara baik dari segi tata negaranya, tata pemerintahan dan tata kemasyarakatannya. Dalam membangun negara, pemerintah dan masyarakat Nitisastra meletakkan nilai-nilai moral agama Hindu sebagai landasannya. Dalam pengertian ini Nitisastra bukan ilmu pemerintahan suatu negara Hindu tertentu, karena itu Nitisastra yang berlaku secara umum dan teoritis namun juga mengandung nilai-nilai praktis.

Karakter kedua tokoh dalam cerita Ramayana yakni Rama dan Laksmana adalah Rama yang tampan, lemah lembut, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana memiliki istri yang bernama Dewi Shinta yang berparas cantik, setia, baik hati, welas asih. Dan Laksmana yang tampan gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana.

Dari Ramayana tersebut dapat kita analisis bahwa cerita tersebut erat kaitannya dengan ajaran kepemimpinan dalam Agama Hindu atau yang sering disebut dengan Asta Brata, Asta Brata merupakan 8 konsep ajaran kepemimpinan atau leadership Agama Hindu. Selain itu, di dalam ajaran agama Hindu yang termasuk kedalam nilai-nilai spiritual adalah kebenaran, kejujuran, kesederhanaan, kepedulian, kerja sama, kebebasan, kedamaian, cinta kasih, pengertian, amal baik, berdana punya, tanggung jawab, tengang rasa, integritas, kebersihan hati, kerendahan hati, kesetiaan, kecermatan, keberanian, kemuliaan, rasa syukur, ketekunan, kesabaran, keadilan, keikhlasan dan keteguhan hati. Kecerdasan spiritual dapat membimbing manusia untuk meraih kebahagiaan hidup baik jasmani maupun secara rohani dan mencapai “moksartam jagadhitaya ca iti dharma”

0 komentar:

Posting Komentar